.quickedit{ display:none; }

Rabu, 26 Juni 2013

makalah kode etik pustakawan



BAB I
PENDAHULUAN
A.            Latar Belakang
Perpustakaan merupakan salah satu alat media untuk mendapatkan informasi. Dan tentu saja sebuah perpustakaan tidak akan berjalan sebagaimana mestinya tanpa adanya media dan sumberdaya manusia. Satu hal yang sangat menentukan dalam upaya meningkatkan pelayanan pengguna dalam sebuah perpustakaan adalah pustakawan. Seorang pustakawan haruslah memiliki kemampuan yang handal dalam melayani para penggunanya apalagi di zaman yang dengan mudahnya seseorang mendapatkan informasi. Seorang pustakawan yang handal akan terwujud jika mereka bekerja secara profesional dan menjalankan seluruh kode etik yang berlaku. Namun sayangnya, belum semua pustakawan mengerti apa itu kode etik apalagi jika kode etik tersebut menyangkut pustakawan sebagai profesi.
Mencermati perkembangan dan kaitannya dengan kompetensi pustakawan, menurut Harkrisyati Kamil (2005) dalam Nurazizah (2008, 1) bahwa pustakawan Indonesia pada umumnya memiliki keterbatasan antara lain: (1) Kurang memiliki pengetahuan bisnis (2) pustakawan tidak memiliki kemampuan untuk bergerak secara bersamaan dalam ruang lingkup informasi, organisasi, dan sasaran organisasi (3) kemampuan kerjasama dalam kelompok dan juga kepemimpinannya tidak memadai dalam posisi strategis dan (4) kurang memiliki kemampuan manajerial.
Perpustakaan dan kode etik pustakawan adalah dua unsur penyangga ilmu pengetahuan. Kedua hal ini dapat dikatakan sebagai gerbangnya sebuah  pendukung masyarakat untuk gemar membaca. Perpustakaan menjadi pusat sumber daya informasi, sedangkan kode etik pustakawan sebagai pedoman berjalannya kegiatan perpustakaan. Perpustakaan dikatakan sebagai pusat sumber daya informasi karena perpustakaan mengelola informasi dari mulai perolehan sampai pada penyajiannya, sedangkan kode etik mengatur wilayah nilai-nilainya.
Menurut Sulistyo-Basuki (2001), kode etik pustakawan adalah sistem norma, nilai, dan aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi pustakawan. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari. Tujuan kode etik yang sebenarnya adalah untuk mengatur ruang gerak para profesional agar memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya dan mencegahnya dari perbuatan yang tidak profesional. Maka, menurut Melvil Dewey, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa kekuatan pustakawan terletak pada etika yang dimiliki.

B.            Masalah
Makalah ini membahas tentang kode etik pustakawan sebagai “Guide Line”  untuk menjaga integritas dan reputasi pustakawan. Ketidaktahuan pustakawan maupun penerapan kode etik yang belum maksimal menyebabkan reputasi pustakawan dimata pengguna maupun masyarakat terlihat kurang baik. Maka dari itu, penulis mengajukan beberapa pertanyaan dalam makalah ini:
1.    Apa pengertian dari kode etik profesi?
2.    Apakah kode etik itu benar-benar menjadi “Guid Line” atau hanya sekedar peraturan?
3.    Adakah sanksi yang diberikan pada pustakawan yang melanggar kode etik?
4.    Apakah reputasi profesi dijalankan dengan benar/tidak dan bagaimana nilai-nilai kode etik    pustakawan
C.            Tujuan
  1.             Mengetahui apa yang dimaksud dengan kode etik profesi.
  2.             Mengetahui hubungan antara kode etik, hak dan kewajiban.
  3.             Mengetahui bagaimana cara membangun integritas dan reputasi pustakawan.



BAB II
PEMBAHASAN
A.           Pengertian Kode Etik Profesi
Kode Etik dapat diartikan pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan atau tata cara sebagai pedoman berperilaku.
Dalam kaitannya dengan profesi, bahwa kode etik merupakan tata cara atau aturan yang menjadi standart kegiatan anggota suatu profesi. Suatu kode etik menggambarkan nilai-nilai professional suatu profesi yang diterjemahkan kedalam standar perilaku anggotanya. Nilai professional paling utama adalah keinginan untuk memberikan pengabdian kepada masyarakat.
Kode etik pustakawan di Indonesia lahir setelah melalui berbagai perkembangan selama 20 tahun melalui kongres yang diadakan di berbagai kota. Ikatan pustakawan Indonesia (IPI) menyadari perlu adanya kode etik yang dapat dijadikan pedoman perilaku bagi para anggotanya dalam melaksanakan tugasnya didalam masyarakat. Kode etik pustakawan merupakan bagian yang terpisah dari AD/ART IPI dimulai sejak 1993, yang diperbaharui pada 19 september 2002 pada kongres IPI ke-9 di Batu Malang, Jawa Timur dan disempurnakan kembali pada 15 November 2006 di Denpasar, Bali. 
B.            Kode Etik Profesi sebagai Guid Line
Kode etik dijadikan standart aktivitas anggota profesi, kode etik tersebut sekaligus sebagai pedoman (guidelines). Masyarakat pun menjadikan sebagai pedoman dengan tujuan mengantisipasi terjadinya bias interaksi antara anggota profesi. Bias interaksi merupakan monopoli profesi, yaitu memanfaatkan kekuasan dan hak-hak istimewa yang melindungi kepentingan pribadi yang betentangan dengan masyarakat.
Kode etik selain menjadi aturan juga menjadi landasan moral yang harus dijunjung tinggi, diamalkan dan diamankan oleh setiap profesi. Dalam hal ini kode etik pustakawan akan memberikan pedoman tentang bagaimana kita bersikap, baik bersikap terhadap pemustaka, rekan sejawat maupun pimpinan.
Kode etik adalah norma, nilai, dan aturan profesional tertulis secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesinal. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari.
Pada 1939, kode etik ini ditampilkan secara lengkap di ALA Bulletin. Kode etik ini terdiri dari 5 bagian besar, yaitu:
Ø  Hubungan pustakawan dengan pemerintah
Ø  Hubungan pustakawan dengan pemakai
Ø  Hubungan pustakawan dengan staf di perpustakaannya
Ø  Hubungan perpustakaan dengan profesinya
Ø  Hubungan pustakawan dengan masyarakat
Menurut Hermawan dan Zen (2006), pada dasarnya tujuan kode etik suatu profesi adalah sebagi berikut:
Ø  Menjaga martabat dan moral profesi
Ø  Memelihara hubungan anggota profesi
Ø  Meningkatkan pengabdian anggota profesi
Ø  Meningkatkan mutu profesi
Ø  Melindungi masyarakat pemakai
Dalam Code of Professional Ethics (APA,2003:4), suatu etika profesi menuntut memiliki prinsip-prinsip yang menjadi bagian dari kewajiban moral anggotanya yang berupa:
Ø  Respect for rights and dignity of the person, yaitu prinsip yang selalu menghormati hak dan martabat masyarakat.
Ø  Competence, yaitu kemampuan atau keahlian yang sesuai dengan bidang kerja yang ditekuni.
Ø  Responsibility, yaitu tanggung jawab dalam setiap pelaksanaan tugas-tugas.
Ø  Integrity, yaitu tidak terpisah-pisah antara hak dan kewajiban, selalu ada keseimbangan antara tuntutan hak dan pelaksanaan kewajiban di setiap tugasnya.
Pustakawan perlu memiliki pengetahuan untuk memahami arti penting kode etik. Seperti pengetahuan bagaimana cara berperilaku dan aturan bersikap. Ketika seorang pustakawan mengerjakan kewajiban mereka terhadap masyarakat, pustakawan harus memperhatikan segi psikologi masyarakat tersebut. Karena tingkah laku manusia memiliki 2 aspek yang saling berinteraksi, yaitu aspek objektif yang bersifat struktural (aspek jasmaniah dari tingkah laku tersebut) dan yang kedua, aspek subjektif yang bersifat fungsional (aspek rohaniah dari tingkah laku tersebut)
Proses reputasi profesi yang dijalankan terkadang berjalan bukan tanpa hambatan, hal ini diakibatkan karena ketidaktahuan pustakawan akan adanya kode etik pustakawan yang harus dilaksanakan demi menjaga integritas pustakawan. Proses reputasi dijalankan agar pustakawan bersikap profesional. Profesinalisme dalam tiga watak kerja yang merupakan persyaratan dari setiap kegiatan pemberian “jasa profesi” ialah:
Ø  Kerja seorang profesional beritikad untuk merealisasikan kebijakan demi tegaknya kehormatan profesi yang digeluti, dan oleh karenanya tidak terlalu mementingkan atau mengharapkan imbalan upah material.
Ø  Kerja seorang profesional itu harus dilandasi oleh kemahiran teknis yang berkualitas tinggi yang dicapai melalui proses pendidikan dan atau pelatihan yang panjang, eksklusif, dan berat.
Ø  Kerja seorang profesional-diukur dengan kualitas teknis dan kualitas moral-harus menundukkan diri padasebuah mekanisme kontrol berupa kode etik yang dikembangkan dan disepakati bersama di dalam sebuah organisasi profesi.
C.            Sanksi kode etik
Dengan membuat kode etik, profesi sendiri akan menetapkan hitam atas putih niatnya untuk mewujudkan nilai-nilai moral yang dianggapnya hakiki. Hal ini tidak akan pernah bisa dipaksakan dari luar. Hanya kode etik yang berisikan nilai-nilai dan cita-cita yang diterima oleh profesi itu sendiri yang bisa mendarah daging dengannya dan menjadi tumpuan harapan untuk dilaksanakan untuk dilaksanakan juga dengan tekun dan konsekuen. Syarat lain yang harus dipenuhi agar kode etik dapat berhasil dengan baik adalah bahwa pelaksanaannya di awasi terus menerus. Pada umumnya kode etik akan mengandung sanks sanksi yang dikenakan pada pelanggar kode etik.
Sanksi pelanggaran kode etik :
a. Sanksi moral
b. Sanksi dikeluarkan dari organisasi

Kasus-kasus pelanggaran kode etik akan ditindak dan dinilai oleh suatu dewan kehormatan atau komisi yang dibentuk khusus untuk itu. Karena tujuannya adalah mencegah terjadinya perilaku yang tidak etis, seringkali kode etik juga berisikan ketentuan-ketentuan profesional, seperti kewajiban melapor jika ketahuan teman sejawat melanggar kode etik. Ketentuan itu merupakan akibat logis dari self regulation yang terwujud dalam kode etik; seperti kode itu berasal dari niat profesi mengatur dirinya sendiri, demikian juga diharapkan kesediaan profesi untuk menjalankan kontrol terhadap pelanggar. Namun demikian, dalam praktek sehari-hari kontrol ini tidak berjalan dengan mulus karena rasa solidaritas tertanam kuat dalam anggotaanggota profesi, seorang profesional mudah merasa segan melaporkan teman sejawat yang melakukan pelanggaran. Tetapi dengan perilaku semacam itu solidaritas antar kolega ditempatkan di atas kode etik profesi dan dengan demikian maka kode etik profesi itu tidak tercapai, karena tujuan yang sebenarnya adalah menempatkan etika profesi di atas pertimbangan-pertimbangan lain. Lebih lanjut masing-masing pelaksana profesi harus memahami betul tujuan kode etik profesi baru kemudian dapat melaksanakannya.

D.           Nilai-nilai kode etik pustakawan
Nilai-nilai merupakan konsep yang hidup di dalam pikiran manusia dalam suatu kelompok, yang dianggap memiliki makna untuk dijadikan sebagai pedoman hidup. Nilai-nilai ini kemudian menentukan benar, salah, baik, atau buruk. Kelompok yang dimaksud dalam konteks ini adalah kelompok pustakawan yang tergabung dalam ikatan pustakawan indonesia (IPI) ynag telah bermufakat untuk menciptakan suatu pedoman sikap yang dikenal dengan kode etik pustakawan. Dalam membuat pedoman sikap ini, tentu berdasarkan nilai-nilai yang dipahami oleh penyusunannya. Persolan yang perlu digali adalah persoalan nilai-nilai yang terkandung dalam kode etik itu.
E.            Cara membangun Integritas
Kata “integritas” berasal dari kata sifat Latin integer (utuh, lengkap) Dalam konteks ini, integritas adalah rasa batin “keutuhan” yang berasal dari kualitas seperti kejujuran dan konsistensi karakter. Dengan demikian, seseorang dapat menghakimi bahwa orang lain memiliki integritas atau tidak sejauh mereka bertindak sesuai dengan nilai dan prinsip keyakinan mereka mengklaim memegang. Dalam etika, integritas dianggap sebagai kejujuran dan kebenaran yang merupakan kata kerja atau akurasi dari tindakan seseorang. Integritas dapat dianggap sebagai kebalikan dari kemunafikan.
Menurut kelompok kami, cara untuk membangun integritas adalah dengan bekerja secara profesional dalam segala bidang, melakukan sesuatu dengan penuh rasa bertanggung jawab, memberikan pelayanan yang maksimal kepada pemustaka, dan menjalin hubungan baik dengan pemustaka, rekan sejawat atau pimpinan. Sikap seperti inilah yang seharusnya dimiliki oleh setiap pustakawan di Indonesia, selain dapat menjaga integritas juga dapat menaikkan citra pustakawan.
Secara umum, tugas utama seorang pustakawan adalah sebagai pelayan masyarakat terutama masyarakat pengguna perpustakaan. Maka dari itu, untuk menjadi pustakawan yang handal dan profesional, seorang pustakawan harus memiliki skill dan juga tanggung jawab untuk menjaga harkat dan martabat profesi pustakawan dengan menjalankan kode etik tersebut dengan sepenuh hati. Selain itu, melakukan pelayanan yang prima terhadap masyarakat pengguna, seorang pustakawan haruslah memiliki kemampuan untuk memahami kebutuhan masyarakat pengguna.
Idealnya seorang pustakawan adalah mereka yang menjadi pustakawan versatilis, yaitu pustakawan yang ada dalam zaman baru yang memiliki karakteristik seorang versatilis, yaitu mereka yang mampu mengkombinasikan kompetensi dan keahlian teknis dengan pengalaman bisnis dan kemampuan memberikan solusi komprehensif. Mereka adalah orang-orang  yang memiliki pengalaman, kemampuan menjalankan berbagai tugas yang beragam dan multidisiplin.














BAB IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan

Perpustakaan dan kode etik pustakawan adalah dua unsur penyangga ilmu pengetahuan. Perpustakaan menjadi pusat sumber daya informasi, sedangkan kode etik pustakawan sebagai pedoman berjalannya kegiatan perpustakaan. Kode etik merupakan tata cara atau aturan yang menjadi standart kegiatan anggota suatu profesi. Suatu kode etik menggambarkan nilai-nilai professional suatu profesi yang diterjemahkan kedalam standar perilaku anggotanya. Nilai professional paling utama adalah keinginan untuk memberikan pengabdian kepada masyarakat. Kode etik juga berfungsi sebagai Guide Line untuk menjaga integritas atau reputasi profesi. Hal ini di karenakan kode etik memiliki fungsi untuk menjadi pedoman bagi kelompok profesional ketika menemukan masalah dalam praktik. Selain itu juga dapat menjadi pembatas kita dalam bertindak agar tidak terjerumus ke dalam perbuatan yang tidak etis dengan cara memberikan sanksi kepada pelanggar kode etik.





Daftar Pustaka

Muftiyyah, Rifda. 2009. Pengaruh Nilai-Nilai Keislaman Terhadap Prilaku Etika Profesi Pustakawan Menurut IPI di Badan Perpustakaan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. skripsi. Yogyakarta: Fakultas Adab dan Ilmu Budaya
http//:www. google .com/2012/02/. Kode etik profesi pustakawan.html. retrieved  kamis, 21 maret
2013.
Posted by: Adipar



 P






 p

Makalah Pelayanan Pemustaka



BAB I
PENDAHULUAN
A.     LATAR BELAKANG
Layanan perpustakaan merupakan tugas yang amat penting dan mua­ra dari semua kegiatan di perpustakaan. Pelayanan perpusta­kaan berarti kesibukan yang tiada akhir kecuali pelayanan perpus­takaan dinyatakan ditutup. Bahkan ketika perpustakaan ditutup, tugas pustakawan di bagian pelayanan tidak serta merta terbebas dari pekerjaan. Pustakawan di bagian pelayanan masih harus mela­ku­kan statistik perpustakaan, merapikan berkas peminjaman dan kartu buku (terutama bagi perpustakaan yang belum menerapkan otomasi perpustakaan), melakukan pengrakan (selving) dan lain-lain. Walaupun bagian pelayanan ini merupakan bagian yang secara langsung berhadapan dengan pemakai dan mungkin dianggap bagian yang paling penting, namun setiap perpustakaan harus menya­dari bahwa kelancaran layanan perpustakaan juga tergantung kepada unit-unit lain di perpustakaan. Pelayanan perpustakaan bukan satu-satunya kegiatan perpustakaan, namun merupakan satu rangkaian kegiatan yang saling berkaitan satu sama lain.
Secara umum layanan pengguna didefinisikan sebagai akti­­fitas  perpustakaan  dalam  memberikan  jasa layanan kepada peng­gu­na perpustakaan, khususnya kepada anggota perpustakaannya.
Jumlah  jenis atau macam layanan pengguna perpustakaan  yang dapat  diberikan kepada pengguna perpustakaan sesungguh­nya  cukup banyak. Namun semua layanan tersebut penyelengga­raannya  haruslah  disesuaikan  dengan  kondisi tenaga  perpusta­kaan  dan  kebutuhan  penggunanya. 
B.      RUMUSAN MASALAH
1.      Apakakah Tujuan Pelayanan Pemustaka?
2.      Apa Saja Jenis – Jenis Pelayanan Pemustaka?
C. TUJUAN
1.      Untuk Mengetahui Tujuan Pelayanan Pemustaka
2.      Untuk Mengetahui Jenis-Jenis Pelayan Pemustaka




BAB II
PEMBAHASAN
Sistem Pelayanan
Dalam merencanakan layanan di perpustakaan kita harus mempertimbangkan kondisi yang ada di perpustakaan. Ada  dua  macam sistem pelayanan yang biasa  dilakukan  oleh perpustakaan yaitu sistem pelayanan terbuka dan sistem  pelayanan tertutup. Masing-masing sistem pelayanan tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan.
Sistem Pelayanan Terbuka (Open Access)
Dalam sistem pelayanan terbuka perpustakaan memberi  kebebasan  kepada para pemustakanya (pemakainya) untuk dapat masuk dan  memilih  sendiri koleksi  yang  diinginkannya  dari rak. Petugas  hanya  mencatat apabila koleksi tersebut akan dipinjam serta dikembalikan. Pelayanan perpustakaan dengan sistem pelayanan terbuka ini banyak diterapkan di perpustakaan perguruan tinggi dan beberapa perpustakaan umum. Sedangkan perpustakaan khusus dan sekolah banyak yang masih menerapkan sistem pelayanan tertutup.
Dalam sistem pelayanan terbuka, rancangan ruangan harus dipertimbangkan dengan matang, misalnya pintu masuk sebaiknya hanya satu. Di pintu masuk sebaiknya ditempatkan meja atau konter keamanan yang dijaga oleh petugas. Untuk memperkecil kemungkinan hilangnya koleksi yang dicuri oleh pemakai, pemakai yang masuk ke ruang baca atau rak perpustakaan sebaiknya tidak diperkenankan membawa tas dan jaket. Karena itu perpustakaan yang menerapkan sistem pelayanan terbuka harus menyediakan tempat penitipan tas atau locker baik yang dijaga oleh petugas ataupun yang tidak dijaga oleh petugas. Pemakai yang akan keluar dari ruang perpustakaan harus diperiksa semua barang bawaannya oleh petugas. Hal ini bertujuan untuk menghindari kemungkinan pemakai membawa koleksi tanpa melalui prosedur peminjaman yang benar. Di perpustakaan yang sudah menggunakan pintu ditektor otomatis security detector maka pemeriksaan pemakai oleh petugas tidak diperlukan. Bahkan kadang-kadang pintu keluar sudah tidak perlu dijaga lagi.
Untuk mencatat jumlah pengunjung yang datang ke perpus­takaan biasanya di meja keamanan biasanya ditempatkan buku tamu. Selain Petugas jaga diberi tugas menjaga keamanan, ia juga dapat juga diberi tugas untuk mengawasi pengisian buku tamu. Petugas jaga harus menegur pengunjung perpustakaan yang tidak mau mengisi buku tamu. Hal ini bertujuan agar semua pengunjung perpustakaan dapat tercatat seluruhnya. Beberapa perpustakaan besar pencatatan pengunjungnya sudah dilakukan secara otomatis menggunakan komputer. Pemakai tinggal menggesekkan kartu ang­gotanya (biasanya yang mengandung kode bar atau yang mengan­dung kode elektro magnet) pada sebuah alat baca yang dihubung­kan ke komputer. Secara otomatis komputer akan mencatat semua data mengenai pengunjung tersebut termasuk jam (bahkan menit dan detiknya) berkunjungnya.
Penataan ruang koleksi pada sistem pelayanan terbuka juga perlu diperhatikan. Misalnya, rambu-rambu yang menunjukkan lokasi koleksi harus lengkap dan jelas. Hal ini untuk mengurangi banyaknya pertanyaan mengenai lokasi koleksi kepada petugas. Jarak antara rak satu dengan rak yang lain harus agak lebar agar apabila ada pemakai yang mencari koleksi diantara rak tersebut tidak terganggu walaupun ada petugas perpustakaan yang lewat dengan membawa trolley buku (rak dorong buku).
Sistem pelayanan terbuka ini mempunyai beberapa kelebihan dan kelemahan seperti:
Kelebihannya
·         Pengguna bebas memilih bukunya sendiri, artinya pemakai dapat melakukan browsing atau pemilihan koleksi secara bebas di rak. Jika pemakai tersebut ingin mencari buku mengenai suatu topik tertentu (misalnya saja bertanam dengan cara hidroponik) maka dia dapat memilih-milih sendiri buku yang cocok dengan keinginannya di rak.
·         Kebebasan ini menimbulkan rangsangan untuk membaca. Ketika dia memilih-milih buku yang diinginkannya, mung­kin dia menemukan buku lain yang menarik perhatiannya, dan karena tertarik dia akan melihat-lihat dan mungkin saja dia akan membacanya.
·         Kalau buku yang dikehendaki tidak ada, dapat memilih buku  yang  lain. Mungkin pada saat masuk perpustakaan seorang pemakai berniat untuk mencari buku dengan judul dan pengarang tertentu (misalnya saja Landasan Matematika karangan Andi Hakim Nasution). Pemakai tersebut dapat mencari judul buku yang dimaksudkannya tersebut langsung ke rak buku (jika dia tahu lokasi buku tersebut), atau mencari dulu di katalog. Pada saat mencari buku di rak, ternyata buku Landasan Matematika karangan Andi Hakim Nasution tidak ada, namun pemakai tersebut menemukan buku lain dengan judul kurang lebih sama misalnya Dasar-dasar Matematika yang dikarang oleh Barizi, dan isi buku tersebut cocok dengan kebutuhannya. Maka pemakai tersebut dapat menggunakan buku tersebut sebagai pengganti buku yang dicarinya karena topik dan isi buku tersebut sama dengan buku yang dicarinya.
Kekurangannya
·         Susunan buku dalam rak menjadi sulit teratur. Sebagai akibat dari kebebasan pemakai mengambil buku ke rak, maka susunan rak tersebut akan menjadi tidak teratur. Untuk mengurangi ketidak-teraturan susunan buku ini, maka perpustakaan harus memberikan peringatan bahwa pemakai tidak boleh menyimpan sendiri koleksi yang sudah digunakannya ke dalam rak. Juga perlu diingatkan bahwa hanya buku yang diperlukan saja yang diambil dari rak dan dibaca di meja baca yang sudah disediakan, bukan membacanya disela-sela rak. Pendidikan pemakai perlu dilakukan secara terus menerus agar pemakai mengetahui cara-cara mencari buku secara sistematis dan benar. Dengan demikian pemakai tidak akan mencari buku dengan cara mengacak-acak rak secara sembarangan.
·         Kemungkinan banyak buku yang hilang. Buku hilang juga merupakan salah satu resiko dari sistem pelayanan terbuka. Untuk itu perlu pengawasan yang baik terutama di pintu keluar. Untuk mengurangi penyobekan halaman buku, maka perlu dilakukan monitoring oleh petugas atau pusta­ka­wan. Beberapa perpustakaan besar sering menempatkan kamera pengontrol (atau cermin cembung sebagai cermin pengawas) pada tempat-tempat yang diperkirakan akan terjadi penyobekan. Penyediaan mesin fotokopi yang dekat dengan ruang koleksi juga perlu dipertimbangkan, khususnya apabila di perpustakaan tersebut banyak koleksi yang tidak dipinjamkan. Dengan penyediaan mesin foto­kopi tersebut kemudahan mendapatkan salinan buku dapat diperoleh oleh pengguna sehingga mengurangi keinginan untuk melakukan penyobekan atau pencurian oleh pemakai perpustakaan.
Sistem Pelayanan Tertutup (Closed Access)
Kebalikan  dari sistem pelayanan terbuka adalah sistem pe­layanan tertutup dimana pengunjung tidak boleh  masuk  ke ruang­an koleksi, tetapi yang koleksi yang dibutuhkannya harus diam­bil­kan  oleh petugas.  Penelusuran/pencarian  koleksi harus  melalui  katalog. Petugas selain mencatat peminjaman dan pengembalian, juga mengambilkan dan mengembalikan koleksi ke rak. Sistem pelayanan ini masih banyak diterapkan oleh perpustakaan khusus dan beberapa perpustakaan sekolah. Salah satu alasan penerapan sistem pelayanan tertutup ini adalah kurangnya tenaga yang mengelola perpustakaan.
Pada sistem pelayanan tertutup ini penataan ruangan bisa lebih sederhana. Pintu masuk tidak harus satu pintu dan tidak perlu penjagaan sebab semua pengunjung yang akan keluar membawa buku sudah melalui petugas pencatatan pada meja sirkulasi. Pengunjung perpustakaan juga tidak perlu dilarang membawa tas ke ruang baca, sebab ruang baca dan ruang koleksi dipisahkan oleh pembatas yang tegas sehingga pengunjung tidak akan dapat me­masuki wilayah koleksi perpustakaan. Satu-satunya pengawasan yang perlu dilakukan di pintu masuk adalah pencatatan buku tamu. Karena itu jika di perpustakaan tersebut tidak tersedia cukup petugas untuk mengawasi pintu masuk, maka perlu dipertim­bangkan untuk memasang penghitung pengunjung secara otomastis (ada jenis pintu putar yang biasanya memiliki penghitung otomatis). Pintu pengaman otomatis (security gate) juga tidak diperlukan.
Penataan rak koleksi juga bisa lebih rapat dengan rak yang lebih tinggi sehingga dapat memuat jumlah koleksi yang lebih banyak. Karena umumnya rak koleksinya lebih tinggi, maka diperlukan tangga bagi petugas untuk mengambil buku-buku yang ada pada bagian atas rak. Pada sistem pelayanan tertutup tidak terlalu diperlukan rambu-rambu, karena yang akan mencari buku adalah petugas yang sehari-hari sudah terbiasa dengan keadaan di perpustakaan tersebut.
Seperti pada sistem pelayanan terbuka, sistem pelayanan tertutup ini juga memiliki kelebihan-kelebihan dan kelemahan antara lain sebagai berikut:

Kelebihannya
·         Susunan dan letak buku lebih teratur dan terpelihara. Hal ini karena hanya petugas (yang tentunya sudah terampil dalam menyusun buku) yang menyimpan dan mengambil buku ke rak. Pemakai yang biasanya mengambil dan (kadang-kadang) menyimpan sendiri ke rak koleksi secara sembarangan tidak terjadi. Bahkan, saking terpeliharanya letak dan susunann buku ini, beberapa perpustakaan susunan koleksinya menggunakan sistem penempatan tetap (fixed location).
·         Tidak perlu ada petugas khusus untuk mengawasi pengguna. Seperti sudah dijelaskan, pengguna yang berada di dalam perpustakaan dibatasi dengan tegas dengan lokasi koleksi. Dengan demikian keamanan koleksi dapat terjaga dengan sendirinya. Namun demikian, jika perpustakaan menempatkan rak display untuk buku atau majalah baru, maka penempatannya perlu dirancang agar rak tersebut berada dalam pengawasan petugas. Jika tidak maka rak tersebut dibuat tertutup kaca agar pemakai tidak dapat mengambil sendiri koleksi yang sedang dipamerkan.
Kekurangannya
·         Kebebasan melihat buku tidak ada, harus dicari melalui katalog. Artinya pemakai perpustakana tidak dapat me­lakukan browsing atau pemilihan sendiri koleksi yang dibu­tuh­kannya di rak. Karena untuk mencari koleksi pemakai tergantung kepada katalog perpustakaan, maka katalog perpustakaan harus betul-betul baik dan dapat diandalkan (reliable). Karena itu pula perpustakaan harus secara teratur melakukan stock opname, sehingga katalog betul-betul mencerminkan keadaan koleksi yang sebenarnya.
·         Melihat dari katalog kadang kadang mengesalkan,  karena  dalam katalog ada, tetapi bukunya sering tidak ada, dan harus memilih lagi sampai berulang ulang. Mungkin penggu­naan katalog komputer (OPAC atau Online Public Access Catalogue) akan menghindari hal ini, karena melalui OPAC dapat diketahui apakah buku yang ada di katalog sedang tersedia di rak atau atau sedang dipinjam oleh pemakai lain (availability).
·         Petugas harus mengambilkan dan mengembalikan buku. Inilah resiko penerapan sistem pelayanan tertutup. Karena itu diperlukan petugas yang cukup banyak di bagian pela­yanan. Kadang-kadang faktor manusia yaitu kelelahan perlu diperhitungkan dalam melayani pemakai. Kadang-kadang, jika petugas lelah dalam melayani, petugas cende­rung kurang teliti dalam mencari koleksi yang dibutuhkan pengguna sehingga buku yang seharusnya ditemukan di rak dikatakan tidak ada kepada pengguna. Untuk menghindari hal ini pada perpustakaan yang jumlah pemakainya besar, perlu dilakukan pergiliran petugas (shift). Dengan demikian petugas bisa secara bergiliran beristirahat.
·         Katalog harus lengkap. Seperti sudah dijelaskan, karena pemakai perpustakaan sepenuhnya tergantung kepada katalog perpustakaan untuk mencari kebutuhan informasi­nya, maka katalog tersebut harus lengkap dan dapat diandalkan. Buku yang sudah dikeluarkan dari koleksi misalnya, harus diikuti dengan pencabutan katalog (pada katalog kartu) atau penghapusan data (pada katalog OPAC). Jadi katalog perpustakaan harus betul-betul mencerminkan kondisi koleksi perpustakaan.

Jenis-jenis Layanan Pemustaka (User Services) di Perpustakaan

Seperti sudah dijelaskan bahwa jumlah  jenis atau macam layanan pemustaka di perpustakaan  yang dapat  diberikan kepada pemus­taka sesungguhnya  cukup banyak variasinya. Namun semua layan­an tersebut penyelenggaraannya  haruslah  disesuaikan  dengan  kondisi tenaga  perpustakaan  dan  kebutuhan  penggunanya.  Untuk mengingatkan saja bahwa macam layanan pengguna tersebut antara  lain  dapat disebutkan sebagai berikut: (1) layanan sirkulasi, (2) layanan referens, (3) layanan pendidikan pemakai, (4) layanan penelusuran informasi, (5) layanan penyebarluasan informasi terbaru, (6) layanan penyebaran informasi terseleksi, (7) layanan penerjemahan, (7) layanan fotokopi (jasa reproduksi), (8) layanan anak, (8) layanan remaja, (9) layanan kelompok pembaca khusus, (10) layanan perpustakaan keliling, (11) dan lain-lain.
            Layanan Sirkulasi
Pelayanan sirkulasi adalah pelayanan yang menyangkut peredaran  bahan-bahan  pustaka yang dimiliki oleh  perpustakaan.  Pada pelayanan sirkulasi ini dilakukan proses peminjaman bahan pustaka yang boleh dipinjam, penentuan jangka waktu peminjaman,  pengembalian bahan pustaka yang dipinjam dan pembuatan statistik peminjaman untuk membuat laporan perpustakaan (jenis layanan ini akan dibahas lebih terperinci dalam bab tersendiri).
Jenis  koleksi  yang dipinjamkan biasanya  terbatas  kepada bahan tercetak saja. Tetapi ada juga perpustakaan yang  meminjamkan  bahan-bahan  non buku seperti kaset audio, kaset  video, bahkan sekarang dengan variasi koleksi di perpustakaan ada perpustakaan yang meminjamkan koleksi bahan pustaka dalam bentuk disket, CD-ROM, Video-CD atau VCD dan DVD  serta bahan-bahan lain. Bahan tercetakpun tidak semua dipinjamkan. Jenis bahan pustaka yang lazim dipinjamkan adalah buku teks. Ada juga perpustakaan  yang  meminjamkan  majalah-majalah  lama  (back  issues).
Peminjamannya biasanya  terbatas  kepada  anggota perpustaka-an. Pemakai yang bukan  anggota biasanya tidak boleh meminjam. Mereka hanya diperbolehkan membaca di tempat. Jangka waktu peminjaman bervareasi antara perpustakaan yang  satu  dengan  perpustakaan yang lain.  Ada perpustakaan yang meminjamkan koleksinya selama satu minggu, dua minggu dan bahkan ada yang sebulan. Tetapi untuk buku yang sangat diminati, perpustakaan hanya meminjamkan koleksinya selama satu hari saja (short loan collection). Biasanya jenis peminjaman seperti ini diadakan di perpustakaan perguruan tinggi.
Layanan Referens
Layanan referens adalah kegiatan pelayanan perpustakaan untuk membantu pemakai perpustakaan menemukan informasi dengan cara menjawab pertanyaan dangan menggunakan koleksi rereferens serta memberikan bimbingan untuk menemukan dan memakai koleksi referens. Karena itu layanan referens tersebut tidak lain adalah: (1) layanan yang bersifat langsung artinya dalam memberikan layanan itu betul-betul berhubungan langsung dengan para pemakai, (2) memberikan informasi kepada pemakai baik informasi kepada pemakai baik informasi yang sifatnya ilmiah untuk kepentingan studi dan penelitian maupun informasi yang sifatnya tidak ilmiah, (3) dalam memberikan informasi tadi pelayanan petugas referens dapat dengan leluasa menggunakan sumber-sumber baik yang ada di perpustakaan sendiri maupun yang ada diluar perpustakaan, (4) membantu para pembaca/ pemakai perpustakaan dalam menggunakan atau memangfaatkan sumber-sumber perpustakaan yang ada dengan sebaik-baiknya.
Pada umumnya pelayanan referens adalah sama untuk setiap jenis perpustakaan yaitu memberikan pelayanan yang baik dan efisien kepada pengunjung atau pemakai perpustakaan baik bersifat langsung, misalnya menjawab pertanyaan pengunjung maupun yang sifatnya tidak langsung seperti membina dan mengembangkan koleksi rujukan.
Tugas layanan referens tersebut berjalan baik apabila petugas memperhatikan orang/ pemakai yang dilayaninya. Berbeda masyarakat yang dilayani berbeda pula kebutuhannya. Disamping harus memperhatikan kebutuhan pemakai, tentu saja perpustakaan tersebut harus menyediakan sumber-sumber yang dapat memberikan informasi yang tepat kepada pemakai (jenis layanan ini akan dibahas lebih terperinci dalam bab tersendiri).
Layanan Pendidikan Pemakai
Tidak semua pemakai perpustakaan dapat atau mampu menggunakan perpustakaan dengan baik dan benar. Banyak pemakai perpustakaan tidak mengetahui fungsi katalog, cara penyusunan buku di rak, penggunaan bahan-bahan referens, alat-alat baca seperti alat baca mikro dan, pada perpustakaan masa kini, komputer. Bahkan pada perpustakaan yang sudah menerapkan sistem otomasi, pemakai tidak serta merta mengetahui dan menguasai penggunaan katalog perpustakaan (OPAC). Karena itu perpustakaan perlu dan bahkan pada perpustakaan perguruan tinggi harus menyelenggarakan pendidikan pemakai. Pemakai juga sering tidak mengetahui layanan-layanan apa saja yang disediakan perpustakaan, serta bagaimana cara mendapatkan layanan tersebut. Jadi layanan pendidikan pemakai didefinikan sebagai layanan yang diberikan kepada pemakai yang berisi penjelasan mengenai cara-cara pemanfaatan baik koleksi maupun layanan perpustakaan.
Tujuan pendidikan pemakai adalah agar pemakai dapat dengan mudah menggunakan perpustakaan dengan baik dan benar. Dengan demikian pemakai dapat mencari kebutuhan informasinya dengan cepat, tepat dan efisien.
Isi pendidikan pemakai antara lain adalah:
·         Memperkenalkan perpustakaan secara umum seperti tugas dan fungsi yang diemban oleh perpustakaan, apa saja yang dikoleksi oleh perpustakaan dan jumlahnya berapa, apa saja layanan yang disediakan oleh perpustakaan dan bagaimana cara memperolehnya.
·         Keanggotaan perpustakaan seperti siapa yang boleh dan tidak boleh menjadi anggota perpustakaan, jenis keanggotaan (biasa, luar biasa dan lain-lain), hak-hak anggota, kewajiban anggota dan sebagainya.
·         Peraturan dan tata tertib yang harus dipatuhi oleh pemakai perpustakaan seperti peraturan menjadi pengunjung perpustakaan (misalnya wajib mengisi buku tamu, tidak boleh membawa tas dan jaket ke ruang baca/ koleksi, tidak boleh membawa makanan/ minuman ke ruang baca/ koleksi dan lain-lain), sanksi bagi pemakai yang melanggar peraturan (denda bagi peminjam yang terlambat mengembalikan pinjaman, sanksi bagi peminjam yang menghilangkan buku, sanksi bagi pemakai yang mencuri atau melakukan penyobekan buku dan sebagainya).
·         Teknik penelusuran informasi seperti bagaimana cara atau teknik penggunaan koleksi referens, bagaimana cara penelusuran katalog, bagaimana cara penggunaan OPAC, bagaimana cara atau teknik penelusuran pada secara online atau penelusuran informasi yang ada di internet, dan lain-lain).
Cara atau teknik penyampaian pendidikan pemakai sangat bervariasi untuk setiap jenis perpustakaan. Beberapa cara antara lain:
·         Disampaikan secara formal seperti penyelenggaraan pendidikan pemakai di kelas.
·         Disampaikan secara tidak formal seperti pemberian bimbingan di ruang baca.
Layanan Penelusuran Literatur
\]Layanan ini biasanya diselenggarakan oleh perpustakaan khusus (lembaga penelitian) dan perpustakaan perguruan tinggi. Pada kedua perpustakaan ini seringkali pemakainya, karena kesibukannya yang luar biasa, tidak sempat mencari sendiri informasi atau literatur yang dibutuhkannya. Pada kasus yang demikian ini maka pustakawan harus dapat membantu mereka mencarikan informasi dan literatur yang dibutuhkan dan diminta oleh pengguna.
Dalam menyelenggarakan layanan seperti ini beberapa perpustakaan, khususnya di perguruan tinggi, menempatkan satu meja/ konter untuk konsultasi bagi pemakai yang membutuhkan pertolongan. Nama konter tersebut bermacam-macam. Ada yang menamakan meja informasi, meja konsultasi pemakai (reader adviser), meja kesiagaan informasi dan lain-lain. Dalam hal ini pustakawan bersiaga menerima permintaan untuk menelusur informasi yang dibutuhkan pemakai.
Persiapan yang harus dilakukan dalam menyelenggarakan layanan ini ialah perpustakaan harus mempunyai katalog yang lengkap dan handal sehingga pustakawan yang membantu mencarikan literatur tidak menemui kesulitan dalam mencari kebutuhan pemakai. Perpustakaan juga harus memiliki terbitan seperti bibliografi, indeks dan majalah abstrak sebagai alat penelusuran informasi/ literatur. Perpustakaan juga harus menyediakan formulir untuk mencatat pertanyaan pemakai, mesin ketik atau lebih baik komputer untuk mengetikkan jawaban hasil penelusuran, mesin fotokopi untuk menggandakan literatur yang dibutuhkan oleh pemakai dan lain-lain.

Layanan Penyebarluasan Informasi Terbaru
Layanan ini dalam bahasa Inggris disebut dengan Current Awereness Services. Layanan ini sering diselenggarakan oleh perpustakaan khusus (seperti perpustakaan lembaga penelitian) dan perpustakaan perguruan tinggi. Namun demikian, bukan berarti perpustakaan umum tidak perlu menyelenggarakan layanan ini. Tujuan penyelenggaraan layanan ini adalah untuk memberitahukan kepada pemakai apa saja informasi yang beru diterima oleh perpustakaan. Di perpustakaan perguruan tinggi dan perpustakaan khusus layanan ini dikenal juga dengan nama informasi kilat. Pustakawan menyediakan daftar informasi terbaru (termasuk daftar artikel dari jurnal ilmiah yang baru diterimanya), kemudian daftar ini dikirim ke pemakai yaitu dosen dan peneliti, dan juga ditempel di papan-papan pengumuman. Dengan menyebarkan daftar ini maka pemakai akan mengetahui artikel terbaru yang menjadi koleksi perpustakaan tanpa harus datang ke perpustakaan. Pemakai juga dapat memesan fotokopi artikel tersebut juga tanpa harus datang ke perpustakaan (misalnya saja memesan melalui telepon, fax dan saat ini ketika komunikasi dapat dilakukan melalui internet pemakai juga bisa memesan artikel melalui email).
Penyiapan layanan ini tidak terlalu rumit dan pekerjaannyapun sangat sederhana. Pustakawan tinggal memfotokopi daftar isi jurnal ilmiah yang baru datang, kemudian dimasukkan ke amplop (disertai dengan formulir pemesanan fotokopi artikel) yang sudah ada alamat pemakai. Kemudian amplop tersebut dikirim ke pemakai. Pengirimannya sendiri dapat melalui jasa pengiriman kantor pos atau diantar sendiri oleh kurir. Di perpustakaan perguruan tinggi biasanya setiap dosen memiliki kotak surat di fakultasnya masing-masing. Kurir yang mengantarkan surat dapat meletakkan amplop tadi di kotak surat masing-masing dosen, dan dosen akan menerimanya.
Layanan Penyebaran Informasi Terseleksi
Mirip dengan layanan informasi terbaru layanan ini juga menyebarkan informasi terbaru ke pemakai. Bedanya pada layanan ini informasi baru yang akan dikirimkan ke pemakai diseleksi terlebih dahulu supaya sesuai dengan minat pemakai yang akan menerima informasi. Mengapa dilakukan seleksi terlebih dahulu? Hal ini karena mungkin pemakai yang menerima informasi ini tidak ingin membuang-buang waktu membaca daftar isi majalah yang tidak menjadi bidang perhatiannya. Dengan bantuan pustakawan, maka hanya daftar artikel yang menjadi minatnya saja yang sampai kepadanya.
Penyelenggaraan layanan ini tidak terlalu mudah karena pustakawan yang menyeleksi daftar artikel harus mengetahui subyek atau bidang ilmu yang akan diseleksi. Oleh karena itu sebaiknya layanan ini dibantu oleh spesialis subyek yaitu pakar dalam bidang ilmu tertentu yang ditambah pengetahuan perpustakaan. Dengan demikian maka hasil seleksi yang dikirimkan ke pengguna akan sangat mendekati bidang ilmu pemakai yang menjadi pelanggan layanan ini.
Saat ini komputer dapat digunakan untuk membantu seleksi daftar artikel sesuai dengan bidang ilmu atau minat pemakai. Ini sangat membantu pekerjaan pustakawan dalam melakukan seleksi. Dalam hal ini pustakawan hanya memasukkan data bidang ilmu atau minat dari pemakai sebagai profil pemakai. Setelah itu pustakawan tinggal memasukkan (meng-input) judul-judul artikel dari jurnal yang baru diterima. Komputer secara otomatis akan melakukan sortir atau seleksi sesuai dengan profil pemakai dan akan mencetak hasil seleksi tersebut. Selanjutnya pustakawan tinggal mengirimkan hasil cetakan komputer tersebut kepada pemakai yang menjadi pelanggan layanan ini.
Layanan Penerjemahan
Layanan ini sering diselenggarakan oleh perpustakaan perguruan tinggi. Pemakai layanan ini biasanya mahasiswa yang mungkin karena kemampuan bahasanya masih belum baik ataupun mahasiswa yang kesibukannya luar biasa. Pada umumnya layanan ini menerapkan tarif jasa penerjemahan. Tarif jasa ini sangat bervariasi dan biasanya selalu mengikuti tarif yang berlaku di lembaga-lembaga swasta yang menyelenggarakan layanan yang sama. Kadang-kadang perpustakaan memberikan tarif yang lebih murah. Hal ini karena tujuan penyelenggaraan layanan ini tidak semata-mata mencari keuntungan materi (profit oriented), namun lebih kepada mencari kepuasan pelanggan (user satisfaction). Selain itu layanan ini dimaksudkan untuk membantu pemakai dalam membaca bahan pustaka di perpustakaan. Dengan demikian maka perpustakaan ini akan mendorong minat dan kebiasaan membaca masyarakat.
Untuk menyelenggarakan layanan ini perpustakaan harus benar-benar memiliki pustakawan yang menguasai bahasa asing. Bahkan bukan itu saja, pustakawan juga sebaiknya mengusai bidang ilmu yang artikelnya akan diterjemahkan, karena banyak sekali istilah-istilah khusus dalam artikel yang mempunyai istilah-istilah khusus pula dalam bahasa Indonesia. Dengan demikian diharapkan hasil terjemahannya dapat mendekati kesempurnaan.
Layanan Fotokopi (Jasa Reproduksi)
Hampir semua jenis perpustakaan memerlukan jenis layanan ini. Apalagi perpustakaan yang tidak meminjamkan koleksinya keluar perpustakaan, maka perpustakaan tersebut wajib menyediakan layanan ini. Hal ini karena seringkali pemakai tidak memiliki cukup waktu untuk membaca di perpustakaan. Banyak juga pemakai perpustakaan yang datang dari kota lain yang lokasinya jauh dari perpustakaan itu. Bagi pemakai seperti ini biasanya hanya diperbolehkan membaca ditempat. Padahal seringkali pemakai yang datang dari jauh memiliki waktu yang sangat terbatas. Maka tidak ada jalan lain untuk menghemat waktu ia akan meminta jasa fotokopi untuk mendapatkan artikel yang sudah ditemukannya.
Dalam menyelenggarakan jasa fotokopi ini perpustakaan perlu berhati-hati, karena reproduksi bahan pustaka ini akan sangat bersinggungan dengan undang-undang hak cipta. Karena itu sebaiknya perpustakaan memiliki peraturan apa saja yang boleh difotokopi, berapa banyak yang boleh difotokopi. Perpustakaan juga harus menempelkan pengumuman peraturan tersebut secara terbuka dan menempelkan peringatan bahwa memfotokopi lebih daripada yang diperbolehkan tersebut melanggara hak cipta. Jika dimungkinkan, lebih baik perpustakaan tidak menyelenggarakan sendiri jasa fotokopi, tapi bekerjasama dengan pihak lain. Dengan demikian maka perpustakaan dapat terlepas dari resiko tuntutan jika ada yang melanggar hak cipta. Di perpustakaan-perpustakaan negara maju mesin fotokopi yang disimpan di perpustakaan tidak dijaga dan dioperasikan sendiri oleh pemakai perpustakaan. Untuk membayar jasa fotokopi mereka menempatkan mesin seperti kotak koin atau kartu yang secara tersambung ke mesin fotokopi. Pemakai tinggal memasukkan koin atau kartu jika akan memfotokopi dan mesin akan bekerja secara otomatis setelah koin atau kartu tersebut terbaca oleh mesin. Dengan peralatan seperti ini maka tanggung jawab penggandaan bahan pustaka berada pada pihak pemakai.
Layanan Anak
Layanan seperti ini biasanya diselenggarakan oleh perpustakaan umum. Sesuai dengan tugas dan fungsi perpustakaan umum yaitu memberikan pelayanan kepada masyarakat melalui pendayagunaan koleksi bahan pustaka untuk keperluan pendidikan, penelitian, ilmu pengetahuan, dan rekreasi, maka salah satu layanan yang diselenggarakan oleh perpustakaan umum adalah layanan anak atau juga dikenal dengan seksi anak-anak. Berbagai kegiatan disiapkan untuk kebutuhan anak-anak dari pemilihan bahan pustaka sampai kepada pelayannya disesuaikan untuk anak menurut usia dan selera anak-anak.
Bahan bacaan anak usia balita lebih ditekankan pada gambar (picture books) tanpa teks. Anak balita banyak tertarik pada gambar dan warna-warna yang menyolok. Setelah usia sekolah dasar anak diperkenalkan dengan huruf dan angka. Oleh karena itu koleksi untuk anak usia ini adalah buku-buku yang banyak gambar dan berwarna-warni, namun sudah mulai ada sedikit teks. Anak-anak tumbuh dan berkembang sehingga mereka membutuhkan bacaan-bacaan. Penyediaan bacaan yang tepat adalah menjadi tanggung jawab pustakawan agar anak tertarik dan gemar membaca. Anak-anak harus menemukan kepuasan dalam membaca, karena itu pustakawan tidak boleh mengabaikan selera anak. Anak-anak membutuhkan bacaan hiburan, informasi, dan hal-hal yang menarik dari lingkungannya. Televisi dan teknologi informasi telah banyak mengubah kehidupan anak-anak modern seperti sekarang ini termasuk bahan bacaannya. Oleh karena itu bacaan anak-anak perlu disesuaikan dengan dunia anak-anak saat ini.
Tujuan utama dari layanan anak-anak antara lain adalah:
·         Menyediakan koleksi berbagai bentuk bahan pustaka, serta penyajiannya yang menarik perhatian anak dan mudah digunakan
·         Memberikan bimbingan kepada anak-anak dalam memilih buku dan bahan pustaka lainnya yang sesuai dengan usianya.
·         Membina, mengembangkan, dan memelihara kesenangan membaca (sebagai hobi) dan mendidik anak belajar mandiri
·         Mempergunakan semua sumber yang ada di perpustakaan untuk menunjang pendidikan seumur hidup
·         Membantu anak untuk mengembangkan kecakapannya dan menambah pengetahuan sosialnya
·         Berfungsi sebagai suatu kegiatan sosial dalam masyarakat untuk menyejahterakan anak.
Koleksi anak-anak agak berbeda dengan koleksi orang dewasa. Memilih buku bacaan untuk anak-anak bukanlah tugas yang mudah. Kriteria bacaan anak-anak harus sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasannya.
Jenis layanan anak-anak di perpustakaan umum meliputi:
·         Layanan membaca
Selain meminjamkan bahan pustaka anak-anak, perpustakaan umum menyediakan layanan anak-anak Balita dan anak-anak sampai usia 12 tahun. Mereka diarahkan untuk mengembangkan imajinasi, meningkatkan minat baca dan gemar belajar serta rekreasi yang mendidik.
·         Bimbingan membaca
Layanan ini diperlukan bagi anak-anak yang membutuhkan bacaan khusus namun sulit untuk mendapatkannya. Anak-anak diperkenalkan kepada buku secara bertahap yaitu dengan memberikan buku bergambar tanpa teks. Setelah mengenal huruf mereka diberi buku bergambar dengan teks sederhana dan mudah dibaca. Setelah lancar membaca maka mereka diberi buku dengan teks yang lebih banyak daripada gambar sampai kepada buku yang hanya terdiri dari teks saja. Untuk acara bimbingan membaca ini perlu dilakukan secara terencana dengan jadwal yang teratur sehingga tidak mengganggu jam pelajaran sekolah.
·         Layanan referens anak
Layanan kepada anak-anak perlu juga dilengkapi dengan layanan referens. Anak-anak perlu diperkenalkan kepada buku-buku referens sejak dini. Bahan referens untuk anak-anak mencakup ensiklopedia, kamus, atlas dan lain-lain. Pustakawan yang bertugas di bagian referens anak-anak dapat memberi bimbingan bagaimana mencari informasi, cara menggunakan buku referens dan menjawab pertanyaan anak-anak.
·         Acara mendongeng
Layanan mendongeng ini biasanya sangat digemari anak-anak terutama usia balita dan usia awal sekolah dasar. Pada usia ini anak-anak memiliki rasa ingin tahu. Karena itu sangat tepat bila pada usia ini diperkenalkan buku-buku yang sesuai dengan alam pikiran anak-anak. Buku tersebut dapat dibacakan oleh pustakawan dengan cara seperti mendongeng.
Pustakawan (atau dapat bekerjasama dengan guru TK atau SD) harus menggunakan koleksi dan alat peraga yang ada di perpustakaan dalam mendongeng.  Pembawa cerita harus mempunyai pengetahuan tentang bacaan anak-anak yang akan disampaikan.
Waktu untuk melaksanakan acara mendongeng harus disesuaikan dengan waktu berkunjung anak ke perpustakaan, biasanya waktu libur. Jadwal acara mendongeng tersebut harus diumumkan di bagian pelayanan sehingga anak-anak tahu kapan mereka harus berkunjung apabila ingin mendengarkan dongeng tersebut.
·         Pertunjukan atau pemutaran film
Perpustakaan umum yang memiliki berbagai kegiatan untuk layanan anak-anak sebaiknya melaksanakan pertunjukan film anak-anak. Untuk menyelenggarakan acara pemutaran film ini perpustakaan dapat bekerjasama dengan perpustakaan lain yang lebih besar yang memiliki koleksi film yang lebih lengkap dan memiliki peralatan pemutar film. Saat ini pemutaran film dapat menggunakan alat pemutar VCD atau DVD yang diproyeksikan ke layar melalui LCD proyektor. Beberapa film anak-anak juga tersedia dalam bentuk VCD atau DVD.
Beberapa jenis film dengan tema sejarah, flora dan fauna, alam, pengenalan tentang negara, penemuan ilmiah dan ruang angkasa dapat menjadi pilihan untuk diputar.
Layanan Remaja
Biasanya perpustakaan umum juga menyediakan layanan bagi anak remaja.  Perbedaan antara layanan anak-anak dengan layanan remaja, setingkat lebih tinggi dalam menyediakan bahan pustaka yaiu yang sesuai dengan selera anak remaja. Anak remaja berbeda dengan anak-anak balita. Anak remaja sudah mulai mengenal identitas dirinya sehingga perpustakaan harus menyediakan bahan bacaan yang mengarah kepada bacaan yang dapat mendorong mereka kreatif dan bacaan yang berisi tokoh-tokoh panutan, misalnya biografi atau sejarah tokoh-tokoh terkenal, tokoh pahlawan dan lain-lain.
Kemampuan remaja dalam hal meneliti, mengevaluasi dan memperkaya apresiasi terhadap media komunikasi juga sudah mulai berkembang. Kebiasaan membaca pada remaja seperti ini akan menjadi modal untuk terus mengembangkan kemampuannya. Kebiasaan membaca remaja ini harus dipelihara oleh perpustakaan dengan cara menyediakan bahan bacaan yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Selain bahan bacaan yang sesuai dengan selera remaja, bahan bacaan yang harus disediakan harus pula mendukung kurikulum sekolah baik roman, fiksi maupun maupun non fiksi yang mencakup pengetahuan populer yang bermanfaat bagi remaja.
Layanan Kelompok Pembaca Khusus
Perpustakaan umum sering menyelenggarakan layanan jenis ini. Selain layanan anak dan remaja perpustakaan umum juga biasanya menyelenggarakan layanan khusus yang diberikan kepada masyarakat yang berada di lembaga pemasyarakatan, panti asuhan, panti jompo, penyandang cacat seperti tuna netra dan tuna rungu, serta petugas yang terpencil seperti guru, penjaga mercu suar dan perbatasan. Untuk menyelenggarakan layanan khusus seperti ini diperlukan persiapan dan perencanaan yang matang sehingga apa yang disampaikan sesuai dengan masyarakat yang dilayaninya. Beberapa pertimbangan diperhatikan seperti:
·         Kebutuhan, selera, pendidikan, usia dan keamanan/ ketertiban pembaca
·         Waktu pelayanan pada setiap lokasi tentu tidak tiap hari karena kondisi mereka yang berbeda dengan masyarakat yang berbeda dengan masyarakat umumnya
·         Petugas layanan pada unit layanan khusus harus lebih terampil dan mempunyai kesabaran yang tinggi serta luwes dalam mengambil keputusan.
Layanan khusus bagi masyarakat tersebut bukan hanya  bertujuan agar mereka terampil menggunakan perpustakaan, namun lebih dari itu agar masyarakat tersebut mendapatkan tambahan pengetahuan, sehingga rasa percaya diri mereka dapat tumbuh dan mereka yakin dapat berbaur dengan masyarakat lain di luar lingkungannya.
Penyiapan koleksi untuk dilayanan kepada mereka adalah sebagai berikut:
·         Untuk layanan khusus ke lembaga pemasyarakatan perlu dipilihkan bahan pustaka yang bermanfaat untuk membekali pengetahuan yang berguna bagi pembacanya sehingga saat mereka kembali ke masyarakat memiliki bekal dalam menjalani kehidupan yang layak. Subyek-subyek yang dipilih dapat berupa agama, ilmiah populer, teknologi tepat guna, keterampilan.
·         Untuk layanan khusus ke panti asuhan dan panti jompo perlu dipilihkan bahan pustaka yang dapat menumbuhkan percaya diri agar pembacanya dapat mandiri dan sadar akan keadaannya. Subyek-subyek yang dipilih dapat berupa agama, kesehatan, psikologi, sosial dan budaya, dan keterampilan.
·         Untuk layanan khusus ke kelompok pembaca tuna netra perlu dipilihkan bahan pustaka dengan huruf baille. Sayang sekali koleksi dengan huruf baille di Indonesia masih sangat langka.
Layanan Perpustakaan Keliling
Layanan perpustakaan keliling merupakan layanan ekstensi atau perluasan layanan dari perpustakaan umum. Perpustakaan keliling ini dilakukan baik melalui kendaraan darat, laut dan sungai, bahkan melalui udara. Layanan perpustakaan keliling dilakukan dengan angkutan dari yang sederhana sampai kepada kendaraan modern. Misalnya saja ada perpustakaan keliling yang masih menggunakan sepeda, sepeda motor, namun juga ada yang menggunakan bus atau truk dan sudah dilengkapi dengan komputer yang bisa akses ke internet. Mobil perpustakaan keliling ini sekarang dikenal dengan nama mobil library.  Mobil library atau perpustakaan bergerak/ keliling sangat efektif sebagai sarana layanan perpustakaan umum. Penyelenggaraan perpustakaan keliling ini bertujuan untuk mendekatkan koleksi kepada pemakainya, sebab banyak pemakai yang tinggal jauh dari perpustakaan tidak berkesempatan mengunjungi perpustakaan. Padahal mereka juga membutuhkan layanan perpustakaan
Sarana mobil unit perpustakaan keliling telah digunakan oleh semua negara di dunia untuk melayani masyarakat yang jaraknya jauh dari jangkauan layanan perpustakaan umum. Meskipun demikian pada negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia dengan segala daya memberikan pelayanan perpustakaan kepada masyarakat terpencil atau daerah kumuh seperti kota-kota yang berpenduduk padat dan berekonomi lemah sehingga tidak mampu menyediakan bahan bacaan bagi keluarganya.
Dalam menyelenggarakan layanan perpustakaan keliling ini perpustakaan perlu merencanakan jadwal pelayanan mobil unit perpustakaan keliling untuk melayani beberapa lokasi yang jaraknya berjauhan dari perpustakaan umum dan sekolah-sekolah yang belum memiliki perpustakaan. Setiap mobil keliling membawa kotak sebanyak lokasi layanan (service point) dan atau kelompok-kelompok pembaca. Setiap kotak berisi judul buku  yang berbeda-beda dengan kotak lain sehingga bisa dirotasi dari satu lokasi ke lokasi lainnya sesuai aturan yang telah dijadwalkan oleh pustakawan. Pustakawan menyusun jadwal danmerencanakan pelaksanaan di lapangan agar mobil unit perpustakaan keliling berjalan lancar.
Pengembangan layanan perpustakaan keliling perlu direncanakan untuk:
·         Pengembangan lokasi
·         Pengembangan koleksi
·         Pengembangan tenaga agar lebih terampil dalam memberikan layanan
·         Pengembangan layanan di lokasi dengan mengadakan berbagai kegiatan seperti story telling, membaca buku, membaca puisi, mengadakan pemutaran film, sandiwara dan sebagainya.
Kegiatan pengembangan layanan perlu didukung dengan pengembangan koleksi berupa bacaan-bacaan kreatif, dan bacaan-bacaan lokal seperti cerita rakyat tentang kejadian sebuah kota atau desa dan lain-lain.



BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
          JENIS – JENIS PELAYANAN pemustaka pada sebuah perpustakaan terbagi dua, yaitu terbuka dan tertutup, yang terbagi menjadi beberapa bagian :
·         layanan sirkulasi
·         layanan referens
·         layanan pendidikan pemakai
·         layanan penelusuran informasi/literatur
·         layanan penyebarluasan informasi terbaru
·         layanan penyebaran informasi terseleksi
·         layanan penerjemahan
·         layanan fotokopi (jasa reproduksi)
·         layanan anak
·         layanan remaja
·         layanan kelompok pembaca khusus
·         layanan perpustakaan keliling
·         Pameran
·         Membuat Analisis Kepustakaan (Review; Resensi; Informasi Teknis)
·         Statistik Perpustakaan
·         Penyuluhan Mengenai Perpustakaan
·         Publisitas
·         dan lain-lain

SARAN
            Dalam memberikan pelayanan kepada pemustaka, maka pustakawan harus memberikan pelayanan yang prima, maksudnya pelayan yang mmembuat pemustaka dapat betah dan berkunjung kembali ke parpustakaan tersebut, selain itu etiap perpustakaan wajib memberikan pendidikan pemustaka.

posted by: adipar