Kata Bugis tidak memiliki makna sama sekali. Bugis hanyalah elaborasi dari Ugi, singkatan nama dari La Satumpugi, seorang Raja di Wajo yang rakyatnya menyebut diri mereka sebagai To Ugi, yang berarti pengikut La Satumpugi. Dan begitu seterusnya hingga Ugi ternyata menjadi identitas sebuah komunitas yang kini kita kenal dengan suku Bugis.
La Satumpugi adalah ayah dari We Cudai. Dia bersaudara dengan Batara
Lattu, ayah dari Sawerigading. We Cudai kemudian dinikahkan dengan
Sawerigading dan melahirkan beberapa keturunan, termasuk La Galigo,
penulis karya sastra epos terbesar di dunia yang baru-baru ini
dipentaskan di Fort Rotterdam, Makassar.
Sebaran Wilayah
Suku Bugis mendiami sebagian besar wilayah Sulawesi Selatan: Maros, Pangkep, Barru, Pare-pare, Sidrap, Pinrang, Palopo, Wajo, Soppeng, Bone, Sinjai, Majene, Polewali-Mamasa (Polmas), sebagian Bulukumba, Makassar, Enrekang, dan Mamuju.
Suku Bugis mendiami sebagian besar wilayah Sulawesi Selatan: Maros, Pangkep, Barru, Pare-pare, Sidrap, Pinrang, Palopo, Wajo, Soppeng, Bone, Sinjai, Majene, Polewali-Mamasa (Polmas), sebagian Bulukumba, Makassar, Enrekang, dan Mamuju.
Suku Bugis juga banyak tersebar di wilayah perantauan, seperti Kendari,
Kolaka, Palu, Buton, Maluku, Kalimantan dan Jawa; bahkan sampai ke
negara tetangga Malaysia, Thailand, dan Filipina.
Invasi Kerajaan Gowa ke wilayah-wilayah suku Bugis menjadi penyebab
banyaknya orang-orang Bugis yang merantau. Mereka ingin mencari rasa
aman sehingga bermigrasi ke wilayah lain.
Di daerah perantauan, orang-orang Bugis bekerja dan berusaha. Mereka
juga berbaur dengan penduduk setempat melalui ikatan pernikahan. Mereka
bahkan boleh dikata lebih berpengaruh dalam membangun daerah
dibandingkan penduduk setempat, terutama dalam membangun perekonomian.
Bahasa, Adat, Falsafah, dan Agama
Suku Bugis punya ciri tersendiri. Mereka punya bahasa sendiri yaitu bahasa Bugis dengan huruf lontarak dan dialeknya yang khas.
Suku Bugis punya ciri tersendiri. Mereka punya bahasa sendiri yaitu bahasa Bugis dengan huruf lontarak dan dialeknya yang khas.
Adat suku Bugis sangat kaya akan adat, dari pakaian, rumah, sampai
ritual-ritual yang melekat pada acara-acara tertentu, semisal
pernikahan, kelahiran, dan lainnya.
Suku Bugis juga punya falsafah hidup tentang baik dan buruk yang
kemudian membentuk sistem sosial. Diantara falsafah hidup suku Bugis
yang terkenal adalah pada idi pada elo (sesama manusia berbuat baiklah) dan sipakatau sipakalebbi (Memanusiakan manusia dan saling menghargai).
Untuk Agama, dulunya To Ugi menganut animisme. Namun, sejak Islam
disebarkan di abad ke-17 oleh ulama-ulama dari Aceh, suku Bugis pun
banyak yang memeluk Islam. Sisa-sisa animisme masih tersisa di sebagian
desa-desa di wilayah Sidrap dan Pangkep, namun jumlah pengikutnya
sangat sedikit.
Kini, suku Bugis hampir tersebar di seluruh penjuru nusantara Indonesia. Mereka sudah menjadi bagian dari identitas Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar